Judul : Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata
link : Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata
Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata
RUMAH SAKIT HANTU
Oleh: Marion D'rossi
Suara roda gynaecolog yang bergesek dengan lantai terdengar mendecit sesekali ketika ranjang yang terbuat dari stainless itu berbelok dari koridor demi koridor. Lampu-lampu di sepanjang lantai berkelap-kelip, meremang, tetapi tak menjadi penghalang bagi orang-orang berpakaian serba putih membawa wanita itu menuju ruang persalinan.Pekak suara jerit wanita tak tertahan kala merasakan sakit yang luar biasa. Namun, tak lama kemudian tibalah ia di ruang persalinan dengan satu dokter dan beberapa asistennya.
Lampu dinyalakan, sang dokter siap membedah perut wanita itu setelah menyuntikkan obat penenang padanya. Sang dokter mengangguk kepada para asistennya, lalu mulai melakukan pekerjaannya.
---------------------------------
Suasana di Rumah Sakit Umum Kota Mataram pagi itu seperti biasa begitu ramai. Mulai dari orang-orang yang mengantar saudara mereka hingga membawa sang istri untuk memeriksa kandungan.
Orang-orang yang menginap di rumah sakit itu demi menjaga salah satu keluarga mereka, biasanya sarapan di warung-warung pinggir jalan di sepanjang jalan Rumah Sakit Umum Kota Mataram.
Dena, wanita berusia 28 tahun yang kemarin malam melahirkan sudah bisa melihat anak dari rahimnya sendiri. Dena tersenyum melihat bayi itu tidur pulas, seolah melegakan hatinya meskipun rasa sakit di beberapa jahitan akibat operasi masih ia rasakan.
"Syukurlah, Nak, kamu lahir dengan selamat," ucap Dena sambil mengelus dada dan memanjatkan doa atas rasa syukurnya kepada Sang Pencipta.
Beberapa menit kemudian, petugas rumah sakit berjalan masuk ke ruangan tempat Dena dan anaknya beristirahat. Petugas laki-laki itu meletakkan makanan di atas nakas. Anehnya, lelaki itu selalu menghindar saat Dena berusaha menatapnya.
Dena pikir pria itu malu, oleh karenanya ia tak ambil pusing.
Sekeluar pengantar makanan tadi, seorang perawat membuka pintu. Ia mencatat sesuatu di sebuah lembaran sambil memeriksa keadaan Dena dan anaknya.
"Anak saya sehat, kan, Sus?" tanya wanita dengan mata seperti kacang almond itu.
Suster mengangguk, lalu menjawab, "Sehat."
"Alhamdulillah." Untuk kesekian kalinya Dena mengelus dadanya dan mengembangkan senyum.
---------------------
Satu minggu berada di Rumah Sakit Umum Kota Mataram, dokter menyatakan Dena sudah boleh pulang hari ini. Meskipun tidak ada satu pun keluarga yang membesuknya atau sekadar melihat anaknya, hati Dena sudah senang karena anak perempuannya lahir ke dunia.
Tak jadi masalah bagi Den. Toh, suaminya juga sudah lama pergi ke luar negeri bersama perempuan pilihannya.
Dena menghela napas panjang, berusaha menghilangkan setiap pikiran tentang suaminya di kepala. Ia bangkit dari ranjang dan menggendong anaknya yang mungil itu.
"Tidurmu pulas sekali, Nak. Semoga kamu jadi anak yang soleha ketika dewasa nanti." Dielusnya pipi sang anak oleh wanita itu. "Oh, ya. Aku belum memberimu nama. Sebaiknya ibumu ini kasih nama siapa, ya, untuk kamu."
Dena mencoba berpikir untuk mendapatkan nama yang bagus untuk anaknya. Memang sebelumnya tidak pernah wanita itu pikirkan akan memberikan sang anak dengan nama apa. Dena termasuk wanita yang sibuk bekerja, tetapi beberapa bulan lalu ia sudah cuti dari pekerjaan-pekerjaannya.
"Sabila Assyifah."
Dena kembali tersenyum.
"Kamu mulai saat ini akan ibu panggil dengan nama Assyifah."
Wanita itu manggut-manggut. Sedetik kemudian, lampu-lampu mendadak mati. Pekat. Hal itu membuat Dena terkesiap, tetapi berusaha menenangkan diri bahwa kejadian itu hanya mati lampu biasa atau mungkin ada kesalahan teknis dari petugas listrik rumah sakit.
Meski begitu, ketika Dena menunggu lampu kembali nyala, ia mendengar suara-suara gemerincing yang tidak biasanya. Suara gemerincing itu diikuti oleh suara--entah, mungkin serangga atau hewan. Yang pasti, suara itu sangat jelas ditangkap oleh telinga Dena. Sesekali suara erangan juga terdengar, tetapi sayup-sayup saja. Dena pikir kucing yang sedang bertengkar.
Dena mulai ketakutan karena puluhan menit sudah ia menunggu agar lampu menyala kembali. Meski begitu, tak terjadi apa-apa. Suara yang riuh di luar pun seketika lenyap. Rumah sakit ini seperti tak berpenghuni.
"Kok, jadi kayak gini, ya ...."
Ketika Dena bangkit dari duduk, ruangan tempatnya berada kembali diterangi oleh cahaya lampu. Wanita itu mengembuskan napas lega.
--------------------
Dena keluar dari rumah sakit sembari menggendong Assyifah. Untuk menunggu taksi, Dena duduk di sebuah toko setelah membeli sebotol air mineral. Wanita itu menengok ke kanan dan kiri, tak juga ada taksi yang lewat.
Sesekali Dena mengajak anaknya berbicara.
"Mbak, nunggu siapa?" tanya seseorang yang merupakan karyawan toko.
"Taksi, Mas."
"Oh. Memangnya habis dari mana, Mbak?" Sang pria bertanya lagi.
"Saya habis dari Rumah Sakit Umum, Mas. Hari ini saya sudah boleh pulang. Makanya sekarang nunggu taksi untuk--"
"Sebentar, sebentar," potong pria itu dengan dahi berkerut. "Saya ... nggak salah dengar, kan, Mbak? Mbak habis dari Rumah Sakit Umum? Maksudnya?"
"Iya, Mas. Saya emang baru habis dari Rumah Sakit Umum Kota Mataram. Memangnya ada apa, Mas?" Kini Dena yang mengerutkan dahi.
"Maaf, Mbak. Tapi, setahu saya Rumah Sakit Umum itu udah nggak ada, Mbak. Bangunannya, kan, sebagian udah dirobohkan."
Mendengar penjelasan pria itu, Dena membelalak. Meski begitu, ia mengira pria itu sedang bercanda atau membuat lelucon garing padanya. Untuk itu, Dena kembali memastikan.
"Hah? Maksudnya, Mas? Saya baru aja, loh, habis dari sana. Nggak mungkin, Mas. Mas sedang bercanda, ya." Dena sesekali tertawa pelan. Namun, pria itu tetap dengan ekspresi tak percaya dengan penuturan Dena.
Dena dan si pria sama-sama tak saling mempercayai.
"Gini aja, deh, Mbak. Kalau Mbak nggak percaya itu rumah sakit udah lama banget nggak beroperasi dan dipindah ke Rumah Sakit Provinsi, Mbak bisa cek sekali lagi. Maaf sebelumnya, Mbak orang mana?"
Dena mengangguk pelan. "Orang Sumbawa, Mas."
"Kalau begitu, saya permisi, Mbak. Hati-hati, ya, Mbak."
Sang pria berlalu pergi dari hadapan Dena. Wanita itu berpikir bahwa sang pria tidak mungkin sedang bercanda padanya. Oleh sebab itu, untuk sekali lagi, Dena memeriksa rumah sakit tempat ia bersalin dan melahirkan anaknya itu.
Dena menyeberangi jalan, kemudian sedikit berjalan ke arah barat, lalu membelok ke kanan.
Wanita itu bergeming dengan mata membelalak. Napasnya menderu, jantung berontak. Dalam hati menyuarakan kalimat ketidakpercayaan terhadap apa yang dirinya baru saja alami.
Ya, benar. Rumah Sakit Umum Kota Mataram sebagian bangunannya sudah dirobohkan, ditambah tak ada aktivitas apa pun lagi di tempat itu. Warung-warung nasi yang biasa Dena lihat pun tak ada. Orang-orang yang biasa menyapanya, karyawan-karyawan rumah sakit, dan semua yang pernah Dena temui hilang bagai ditelan bumi.
Meski begitu, Assyifah tetaplah anak perempuan Dena yang nyata lahir ke dunia ini. Entah atas bantuan siapa. Yang jelas, Dena percaya itu bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Perlahan Dena menggerakkan tangannya, mengelus wajah Assyifah dengan penuh kasih sayang.
"Ibu bersyukur, Nak."
-----------------
Lampu dinyalakan, sang dokter siap membedah perut wanita itu setelah menyuntikkan obat penenang padanya. Sang dokter mengangguk kepada para asistennya, lalu mulai melakukan pekerjaannya.
---------------------------------
Suasana di Rumah Sakit Umum Kota Mataram pagi itu seperti biasa begitu ramai. Mulai dari orang-orang yang mengantar saudara mereka hingga membawa sang istri untuk memeriksa kandungan.
Orang-orang yang menginap di rumah sakit itu demi menjaga salah satu keluarga mereka, biasanya sarapan di warung-warung pinggir jalan di sepanjang jalan Rumah Sakit Umum Kota Mataram.
Dena, wanita berusia 28 tahun yang kemarin malam melahirkan sudah bisa melihat anak dari rahimnya sendiri. Dena tersenyum melihat bayi itu tidur pulas, seolah melegakan hatinya meskipun rasa sakit di beberapa jahitan akibat operasi masih ia rasakan.
"Syukurlah, Nak, kamu lahir dengan selamat," ucap Dena sambil mengelus dada dan memanjatkan doa atas rasa syukurnya kepada Sang Pencipta.
Beberapa menit kemudian, petugas rumah sakit berjalan masuk ke ruangan tempat Dena dan anaknya beristirahat. Petugas laki-laki itu meletakkan makanan di atas nakas. Anehnya, lelaki itu selalu menghindar saat Dena berusaha menatapnya.
Dena pikir pria itu malu, oleh karenanya ia tak ambil pusing.
Sekeluar pengantar makanan tadi, seorang perawat membuka pintu. Ia mencatat sesuatu di sebuah lembaran sambil memeriksa keadaan Dena dan anaknya.
"Anak saya sehat, kan, Sus?" tanya wanita dengan mata seperti kacang almond itu.
Suster mengangguk, lalu menjawab, "Sehat."
"Alhamdulillah." Untuk kesekian kalinya Dena mengelus dadanya dan mengembangkan senyum.
---------------------
Satu minggu berada di Rumah Sakit Umum Kota Mataram, dokter menyatakan Dena sudah boleh pulang hari ini. Meskipun tidak ada satu pun keluarga yang membesuknya atau sekadar melihat anaknya, hati Dena sudah senang karena anak perempuannya lahir ke dunia.
Tak jadi masalah bagi Den. Toh, suaminya juga sudah lama pergi ke luar negeri bersama perempuan pilihannya.
Dena menghela napas panjang, berusaha menghilangkan setiap pikiran tentang suaminya di kepala. Ia bangkit dari ranjang dan menggendong anaknya yang mungil itu.
"Tidurmu pulas sekali, Nak. Semoga kamu jadi anak yang soleha ketika dewasa nanti." Dielusnya pipi sang anak oleh wanita itu. "Oh, ya. Aku belum memberimu nama. Sebaiknya ibumu ini kasih nama siapa, ya, untuk kamu."
Dena mencoba berpikir untuk mendapatkan nama yang bagus untuk anaknya. Memang sebelumnya tidak pernah wanita itu pikirkan akan memberikan sang anak dengan nama apa. Dena termasuk wanita yang sibuk bekerja, tetapi beberapa bulan lalu ia sudah cuti dari pekerjaan-pekerjaannya.
"Sabila Assyifah."
Dena kembali tersenyum.
"Kamu mulai saat ini akan ibu panggil dengan nama Assyifah."
Wanita itu manggut-manggut. Sedetik kemudian, lampu-lampu mendadak mati. Pekat. Hal itu membuat Dena terkesiap, tetapi berusaha menenangkan diri bahwa kejadian itu hanya mati lampu biasa atau mungkin ada kesalahan teknis dari petugas listrik rumah sakit.
Meski begitu, ketika Dena menunggu lampu kembali nyala, ia mendengar suara-suara gemerincing yang tidak biasanya. Suara gemerincing itu diikuti oleh suara--entah, mungkin serangga atau hewan. Yang pasti, suara itu sangat jelas ditangkap oleh telinga Dena. Sesekali suara erangan juga terdengar, tetapi sayup-sayup saja. Dena pikir kucing yang sedang bertengkar.
Dena mulai ketakutan karena puluhan menit sudah ia menunggu agar lampu menyala kembali. Meski begitu, tak terjadi apa-apa. Suara yang riuh di luar pun seketika lenyap. Rumah sakit ini seperti tak berpenghuni.
"Kok, jadi kayak gini, ya ...."
Ketika Dena bangkit dari duduk, ruangan tempatnya berada kembali diterangi oleh cahaya lampu. Wanita itu mengembuskan napas lega.
--------------------
Dena keluar dari rumah sakit sembari menggendong Assyifah. Untuk menunggu taksi, Dena duduk di sebuah toko setelah membeli sebotol air mineral. Wanita itu menengok ke kanan dan kiri, tak juga ada taksi yang lewat.
Sesekali Dena mengajak anaknya berbicara.
"Mbak, nunggu siapa?" tanya seseorang yang merupakan karyawan toko.
"Taksi, Mas."
"Oh. Memangnya habis dari mana, Mbak?" Sang pria bertanya lagi.
"Saya habis dari Rumah Sakit Umum, Mas. Hari ini saya sudah boleh pulang. Makanya sekarang nunggu taksi untuk--"
"Sebentar, sebentar," potong pria itu dengan dahi berkerut. "Saya ... nggak salah dengar, kan, Mbak? Mbak habis dari Rumah Sakit Umum? Maksudnya?"
"Iya, Mas. Saya emang baru habis dari Rumah Sakit Umum Kota Mataram. Memangnya ada apa, Mas?" Kini Dena yang mengerutkan dahi.
"Maaf, Mbak. Tapi, setahu saya Rumah Sakit Umum itu udah nggak ada, Mbak. Bangunannya, kan, sebagian udah dirobohkan."
Mendengar penjelasan pria itu, Dena membelalak. Meski begitu, ia mengira pria itu sedang bercanda atau membuat lelucon garing padanya. Untuk itu, Dena kembali memastikan.
"Hah? Maksudnya, Mas? Saya baru aja, loh, habis dari sana. Nggak mungkin, Mas. Mas sedang bercanda, ya." Dena sesekali tertawa pelan. Namun, pria itu tetap dengan ekspresi tak percaya dengan penuturan Dena.
Dena dan si pria sama-sama tak saling mempercayai.
"Gini aja, deh, Mbak. Kalau Mbak nggak percaya itu rumah sakit udah lama banget nggak beroperasi dan dipindah ke Rumah Sakit Provinsi, Mbak bisa cek sekali lagi. Maaf sebelumnya, Mbak orang mana?"
Dena mengangguk pelan. "Orang Sumbawa, Mas."
"Kalau begitu, saya permisi, Mbak. Hati-hati, ya, Mbak."
Sang pria berlalu pergi dari hadapan Dena. Wanita itu berpikir bahwa sang pria tidak mungkin sedang bercanda padanya. Oleh sebab itu, untuk sekali lagi, Dena memeriksa rumah sakit tempat ia bersalin dan melahirkan anaknya itu.
Dena menyeberangi jalan, kemudian sedikit berjalan ke arah barat, lalu membelok ke kanan.
Wanita itu bergeming dengan mata membelalak. Napasnya menderu, jantung berontak. Dalam hati menyuarakan kalimat ketidakpercayaan terhadap apa yang dirinya baru saja alami.
Ya, benar. Rumah Sakit Umum Kota Mataram sebagian bangunannya sudah dirobohkan, ditambah tak ada aktivitas apa pun lagi di tempat itu. Warung-warung nasi yang biasa Dena lihat pun tak ada. Orang-orang yang biasa menyapanya, karyawan-karyawan rumah sakit, dan semua yang pernah Dena temui hilang bagai ditelan bumi.
Meski begitu, Assyifah tetaplah anak perempuan Dena yang nyata lahir ke dunia ini. Entah atas bantuan siapa. Yang jelas, Dena percaya itu bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Perlahan Dena menggerakkan tangannya, mengelus wajah Assyifah dengan penuh kasih sayang.
"Ibu bersyukur, Nak."
-----------------
Tentang Penulis
Marion D'rossi adalah seorang penulis sekaligus pemimpin redaksi di sebuah penerbit. Penulis yang terkenal dengan karya bukunya berjudul Paradoks Waktu ini mulai menulis di usia 15 tahun. Sampai saat ini, penulis sudah melahirkan 3 buku cetak dan beberapa ebook. Menulis karya dalam berbagai genre, termasuk fantasi dan horor, dan terutama romansa. Kritik dan saran ke penulis melalui akun media sosial: Ig: @momoy_official_
Demikianlah Artikel Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata
Sekianlah artikel Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Cerita Pendek Serem Horor Rumah Sakit Hantu Kisah Nyata dengan alamat link Sapiens