Judul : Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja"
link : Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja"
Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja"
Oleh Nihay Ridani
OPINI-Undang-undang tentang perkawinan memang sudah diatur dan ditetapkan, UU 16 tahun 2019 menyatakan bahwa usia minimal seseorang untuk menikah adalah 19tahun. Kendati demikian, dalam praktiknya pernikahan-pernikahan yang melanggar undang-undang tersebut masih banyak terjadi. Meskipun bisa dibilang mayoritas pernikahan dini terjadi di pedesaan, namun seiring dengan berkembangnya teknologi, belakangan ini banyak sekali media yang dijadikan beberapa oknum untuk menggalakan pernikahan muda. Coba saja ketikan clue ‘nikah muda’ di kolom pencarian situs web atau sosial media, maka hal-hal yang mendukung akan berada di deretan saran teratas seperti artikel manfaat pernikahan muda hingga bacaan fiksi tentang pernikahan di usia dini.
Lalu, salahkah menikah di usia dini? Bicara mengenai salah atau benar, manusia bukanlah Tuhan yang punya hak untuk memutuskan benar salahnya suatu perkara. Namun secara nyata kita dapat melihat bahwa pernikahan dini memiliki banyak dampak buruk. Sebenarnya, apa sih, tujuan para gadis yang memilih menikah muda? Masing-masing memiliki jawaban beragam. Namun, secara garis besar ada beberapa jawaban senada yang mendasari pernikahan muda mereka.
Menikah untuk menghindari zina. Alasan ini berada di peringkat pertama. Ok, memang tidak ada satu pun agama membenarkan perbuatan zina. Namun, menikah bukanlah satu-satunya penyelesaian untuk masalah ini. Kita tidak akan berbicara tentang agama A atau B, tapi secara general. Masa pubertas akan sangat mempengaruhi hormon, tidak peduli perempuan atau laki-laki mereka akan mengalami perubahan baik fisik maupun mental. Seperti mulai adanya rasa ketertarikan kepada lawan jenis, termasuk ketertarikan seksual. Bagi beberapa orang hal ini mungkin sedikit tabu, tapi faktanya memang seperti itu dan setiap orang seharusnya mendapatkan edukasi mengenai ini untuk kebaikan dirinya sendiri.
Ketika dua orang saling tertarik satu sama lain, dan dasar akan edukasi seksnya kurang dikhawatirkan terjadi kemungkinan terburuk seperti zina atau seks bebas. Maka untuk menghindari hal tersebut, terjadilah sebuah pernikahan meski sebenarnya kedua calon belum cukup umur dan bisa dikatakan belum siap. Pernikahan bukanlah solusi terbaik untuk menghindari hal tersebut. Edukasi yang tepat adalah kunci utama untuk menghindarinya, tetapi alternatif lain seperti menyibukkan diri dengan kegiatan positif dan menjauhi perbuatan yang berpotensi mengarah ke pergaulan tidak sehat juga bisa dilakukan. Tentunya seseorang bisa terlepas dari seks bebas tanpa harus mengorbankan masa muda dengan menikah di usia dini.
Selanjutnya adalah menikah agar tidak merepotkan orang tua. Sayang sekali, alasan seperti ini menjadi salah satu jawaban terbanyak yang dilontarkan para pelaku pernikahan dini. Memang benar, masalah ekonomi menjadi pengaruh akan besarnya angka pernikahan dini. Perempuan dari keluarga kalangan ekonomi lemah, memilih untuk pasrah menikah agar tidak lagi menggantungkan hidup ke orang tua. Meski sebenarnya, tidak satu pun orang tua merasa anaknya merepotkan. Setiap pasangan orang tua memang memiliki cara tersendiri dalam mendidik buah hatinya, beberapa bisa dikatakan agak keras bahkan kurang tepat. Akan tetapi, dari hal tersebut seharusnya kita berkaca bahwa menjadi orang tua bukanlah perkara gampang. Jika kita memutuskan mau menikah muda, tapi belum benar-benar siap secara mental, fisik, ekonomi, dll, apakah kita mau anak kita nanti akan mengalami hal yang sama seperti kita? Mereka kembali mengikuti jejak kita untuk menikah muda dan lingkaran setan ini tidak pernah bisa terputus. Tidak mau, ‘kan?
Perasaan risih atau sungkan karena meminta orang tua memenuhi kebutuhan hidup itu sangat wajar ketika kita berada di masa peralihan dari remaja ke dewasa. Untuk mengatasi persoalan itu, menikah muda bukanlah solusinya. Cobalah memulai sebuah usaha! Kita bisa menghidupi diri sendiri dengan memulai sebuah usaha jika mencari pekerjaan dirasa tidak mudah. “Tapi, memulai usaha juga tidak mudah.” Pernyataan seperti itu mungkin terlontar di benak kita. Tidak salah, memulai sebuah usaha meskipun hanya usaha kecil memanglah tidak mudah. Setidaknya, kita sudah mencoba dan berusaha untuk lepas dari rasa bersalah karena terus bergantung kepada orang tua. Bukannya menjadikan menikah muda sebagai dalih agar tidak bergantung kepada orang tua, tapi malah bergantung ke orang lain : suami. Padahal itu hanya alasan karena malas berusaha untuk menghidupi diri sendiri.
Menikah muda karena pasangan benar-benar serius. Sedikit lucu memang, tetapi banyak perempuan yang menjadikan ini sebagai alasan pernikahan muda mereka. Sebuah ungkapan yang mengatakan, “Laki-laki yang serius dan benar mencintai akan segera menikahi,” tidak asing lagi di telinga. Yang sangat disayangkan adalah ungkapan tersebut mempengaruhi cara pandang para perempuan mengenai sebuah pernikahan. Dengan embel-embel cinta banyak perempuan akhirnya menikah di usia muda. Padahal jika kita berpikir lebih luas lagi, seseorang yang dikatakan ‘mencintai’ tidak akan membatasi masa muda kita dengan sebuah ikatan pernikahan.
Poin serius atau tidak seriusnya seseorang tidak bisa dilihat hanya dari ajakan menikah. Masa depan dan perasaan tidak bisa di-setting, rasa sayang bisa memuncak dan meredup. Kita tentu tidak mau jika dalam kehidupan rumah tangga nanti ada masalah yang begitu serius dan bertepatan dengan perasaan yang sedang redup, kemudian berpisah padahal masih sangat muda. Atau bahkan kemungkinan lebih buruk lainnya seperti poligami.
Menikah bukanlah sesederhana memperkecil zona zina, sehari dua hari lari dari masalah ekonomi, atau soal saling cinta. Hubungan sebuah pernikahan tidak lagi seperti pacaran, tidak seindah bayangan kita yang dipengaruhi adegan romantis klise sebuah film atau novel. Namun, secara simpel bisa diibaratkan sebagai pertarungan hidup dan mati antara diri kita dan pasangan yang setiap hari kita hadapi. Ditambah lagi, di usia muda, sifat dan pikiran kita cenderung masih labil.
Meski pasanganmu kamu anggap mapan ekonominya, baik agamanya, berpendidikan, menarik secara fisik, romantis, atau hal baik lainnya, bukan kemudian kita putuskan untuk menikah saja padahal masih sangat dini. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, kawin cerai, poligami, pelakoran, selingkuh, kemiskinan, salah asuh, dan masih banyak lagi adalah akibat dari kualitas indvidu yang belum terbentuk untuk menghadapi sebuah pernikahan. Usia belia dan mental yang belum tertata tidak akan siap menghadapi betapa peliknya urusan rumah tangga. Dampaknya ya ke psikis, baik psikis diri sendiri, pasangan, dan keturunan nantinya yang kemudian mempengaruhi tatanan kehidupan bahkan di masa mendatang.
Demikianlah Artikel Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja"
Sekianlah artikel Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja" kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Jangan Asal Bilang "Mau nikah aja" dengan alamat link Sapiens